Scroll untuk baca artikel
Example 728x250
BeritaormasPemerintahan

Viral, Video Rumah Warga di TTS Digusur Saat Hujan, Anak-anak Menangis, Ini Penjelasan Pemprov NTT

buserdirgantara7
183
×

Viral, Video Rumah Warga di TTS Digusur Saat Hujan, Anak-anak Menangis, Ini Penjelasan Pemprov NTT

Sebarkan artikel ini
Screenshot 2022 10 23 18 28 44 49

KUPANG,–Dirgantara7.com | Sebuah video yang memperlihatkan rumah warga di lahan Besipae, Desa Linamnutu, Kecamatan Amanuban Selatan, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur (NTT), digusur pemerintah setempat, viral di media sosial.

Sebanyak 12 dari 19 rumah yang dibangun Pemerintah Provinsi NTT beberapa waktu lalu, dibongkar lagi oleh pemerintah.

Dalam video tersebut, terlihat warga melakukan perlawanan saat pemerintah Provinsi NTT yang dikawal aparat kepolisian merobohkan rumah warga.

Sejumlah wanita dan anak-anak tetap bertahan serta berlindung di bawah puing-puing rumah, karena hujan saat itu mengguyur.

Daud pun menunjukkan sejumlah anak-anak sedang berlindung di bawah atap rumah yang telah dirobohkan Satuan Polisi Polisi Pamong Praja Setda NTT.

“Pak Presiden Jokowi tolong lihat anak-anak kecil sampai menangis begini. Sampai hati Pemerintah Provinsi NTT bisa seperti ini,” ujar Daud dalam video tersebut.

“Mereka seperti ini dan dibiarkan basah kuyup seperti ini. Mana tanggung jawab negara Indonesia pak? Pak Jokowi, Pak Jokowi tolong lihat,” sambung Daud sembari menangis.

Menurut Daud, penggusuran rumah mereka pada saat musim hujan sangat disayangkan, karena belum ada persiapan apa pun dari mereka untuk pindah.

Penjelasan Pemprov NTT

Kepala Badan (Kaban) Pendapatan dan Aset Daerah Provinsi NTT, Alexander Lumba, menjelaskan, pihaknya hanya menertibkan rumah yang dibangun di atas lahan milik pemerintah.

“Yang ditertibkan adalah rumah yang dibangun oleh Pemerintah Provinsi yang dihuni oleh para okupan dan bangunan lainnya yang dibangun oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Sama sekali tidak ada tindakan anarkis dari pemerintah provinsi dalam proses penertiban tersebut,” ujar Alexander kepada sejumlah wartawan, Sabtu (23/10/2022) petang.

Menurut Alexander, pihaknya melakukan penertiban itu karena penghuni menghalangi program pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan oleh pemerintah.

Bahkan, mereka melakukan tindakan yang dapat membahayakan diri mereka sendiri.

“Misalnya perempuan dan anak naik ke atas alat berat dan memaksa operator alat berat untuk jalankan ekskavator, jika eksavator jalan, anak dan perempuan pasti akan jatuh dan pasti nanti pemerintah akan disalahkan lagi. Makanya kita pangkas dari akar, bongkar rumah. Rumah tidak ada, mereka pasti tidak akan tinggal lagi di situ,” jelasnya.

Menurut Alex, rumah-rumah yang dibangun oleh pemerintah provinsi ditertibkan karena dihuni oleh orang –orang yang tidak bertanggung jawab.

Mereka dianggap membangun rumah-rumah di dalam kawasan lahan milik pemerintah provinsi itu secara ilegal.

Dia menjelaskan, rumah-rumah ini pada awalnya dibangun oleh pemerintah Provinsi dengan alasan kemanusian sambil menunggu negoisasi pemerintah provinsi dengan keluarga Nabuasa terkait relokasi bagi para okupan tersebut.

Setelah keluarga Nabuasa sebagai tuan tanah memberikan tanah untuk relokasi di luar kawasan milik Pemerintah Provinsi, maka mereka direlokasi ke tempat tersebut.

Namun dari 37 Kepala Keluarga (KK), hanya 19 KK yang setuju, sementara 18 KK lainnya tidak setuju dengan upaya relokasi.

“Ke-18 KK yang tidak setuju ini kemudian menghilang entah ke mana, lalu kemudian muncul kembali saat kita sedang melaksanakan program-program pemberdayaan masyarakat di kawasan Besipae. Mereka menempati kembali rumah-rumah yang dibangun pemerintah tanpa izin dengan cara ilegal membongkar kunci-kunci yang ada. Makanya kita tertibkan,” jelasnya.

Terkait dengan upaya penertiban ini, Alex menjelaskan sudah melakukan sosialisasi dan mengirimkan surat kepada para warga yang menghuni tempat itu.

Surat itu disampaikan kepada para okupan melalui Kepala Instalasi Besipae, Bernadus Seran alias Jaka pada Senin (17/10/2022).

Surat itu berisi perintah pengosongan lahan dengan batas waktu 3 x 24 jam.

Namun sampai dengan Rabu (19/10/2022) malam, surat itu tak ditanggapi sehingga dilakukan penertiban pada Kamis (20/10/2022).

Bukan hanya itu saja, Kepala Instalasi Besipae, Bernadus Seran yang mengantarkan surat kepada para penghuni diduga mendapatkan tindakan penganiayaan dari warga berinisial NM dan sejumlah rekannya.

“Bernadus Seran dipukul sampai kepalanya mengalami luka dan semua bajunya berdarah. Ada semua buktinya. Saudara Bernadus Seran sudah melaporkan tindakan pemukulan ini di Polres TTS dan sudah divisum di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Soe. Laporan ini sedang dalam proses di Polres TTS,” jelas Alexander.

Terkait tindakan penertiban pemerintah Provinsi terhadap para penghuni yang dianggap anarkis, Alexander dengan tegas membantahnya.

“Malahan saat kami melakukan penertiban ini, kami justru diolok-olok bahkan kami diancam oleh mereka. Tapi saya selalu menekankan kepada teman-teman yang lakukan penertiban, kita hanya tertibkan bangunan dan rumah-rumah milik warga yang dibangun secara ilegal di tempat itu. Kalau ada kontak fisik, kita hindari sedini mungkin,”ujar dia.

Untuk diketahui lahan Besipae seluas 3.780 hektar telah diserahkan oleh keluarga besar Nabuasa pada tahun 1982 yang diwakili oleh Meo Pa’E dan Meo Besi serta disaksikan oleh lima kepala desa yang masuk dalam wilayah kawasan Besipae.

Kemudian, pada tahun 1986, pemerintah provinsi NTT memroses sertifikat di atas kawasan tersebut dan sertifikatnya sudah diterbitkan oleh BPN pada tahun yang sama

Namun, sertifikat itu hilang. Lalu pada tahun 2012 dilakukan pengurusan ulang sertifikat untuk menggantikan sertifikat yang hilang dan sudah diterbitkan lagi sertifikatnya tahun 2013.

(Red)

Img 20240526 223458
Img 20240526 223458