BANDUNG, – Dirgantara7.com | Asosisasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Barat menilai, Upah Minimum Kota/Kabupaten 2023 di Jabar terlalu tinggi.
Ketua Apindo Jabar, Ning Wahyu Astutik mencontohkan, UMK di Kabupaten Bekasi dan Karawang mencapai Rp 5 juta.
“Upah ini (kenaikan) bagus untuk buruh. Tapi bagusnya ini hanya sekarang karena jangka panjang tidak akan ada competitiveness (daya saing) dengan daerah lain,” beber Ning, dalam sebuah diskusi.
Ia mengungkapkan, UMK Jabar 2023 sangat jauh dibanding beberapa daerah industri di Jawa Tengah yang hanya mencapai setengahnya saja.
Angka tersebut bila dikalikan dengan puluhan ribu tenaga kerja, bisa memberikan benefit lebih para perusahaan. Hal seperti ini juga menjadi perhitungan para investor yang ingin menanamkan modalnya di suatu daerah.
“Karena untuk pengusaha yang membuat kita nyaman adalah visibility bagus atau engga dalam beberapa tahun ke depan. Kemudian bagaimana tahun depan atau dua tahun ke depan. Upah akan naik berapa, dan daerah mana yang mendukung perusahaan di saat sulit. Ini semua kita pelajari,” ujar Ning, dalam sebuah diskusi.
Kondisi pengusaha, sambung dia, saat ini sedang engap-engap di tengah pandemi Covid-19 dan imbas perang Ukraina dan Rusia. Ditambah harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, hingga permintaan produk yang menurun membuat pendapatan industri menurun.
Sektor tekstil dan produk teksil (TPT) saat ini menjadi industri yang tengah berjuang di tengah minimnya permintaan luar negeri. Dengan penetapan kenaikan tersebut, PHK sulit dihindari.
Gugat Penetapan UMK ke PTUN
Ning mengungkapkan, Apindo akan menggugat UMK 2023 ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Gugatan ini karena penetapan UMK dinilai tidak sesuai dengan aturan.
“Kami akan PTUN-kan keputusan UMK 2023 ini. Kami akan lakukan uji materi, kami harap bisa selesai sebelum diberlakukan pada akhir Januari tahun depan,” beber Ning Wahyu Astutik.
Langkah membawa kasus ini ke PTUN karena penetapan UMK dianggap tidak sesuai aturan. Yakni menggunakan Permenaker No 18 Tahun 2022, bukan UU Cipta Kerja.
“Kami menolak atas pengggunaan Permenaker No 18/2022 ini. Karena ada aturan yang lebih tinggi. Kami tidak menyangka UU Cipta Kerja yang berlaku dua tahun, tapi ternyata satu tahun sudah tak berlaku, ” katanya.
Tak hanya itu, kenaikan UMK 2023 yang rata-rata 7,12 persen memberatkan pengusaha. Saat ini pengusaha sedang dihadapkan pada penurunan pesanan global. Pengurangan karyawan juga tak bisa dihindari.
(Red)