Dirgantara7.Com//NAMLEA – Tim Kementerian Marves dan Rombongan Berkunjung Ke Lokasi Pengolahan Emas Ramah Lingkungan Non Mercuri dan Sodium Sianida yang beralamat di desa dava, Kecamatan Waelata, Kabupaten Buru, Kamis 07 Oktober 2021.
Setelah meninjai Lokasi Tambang Emas Gunung Botak 14.50 sampai 16.09 Wit. Tim kemudian turun gunung dan langsung ke lokasi Tong sentral Program Workshop Pengangkatan Sendimen Mercuri dan Pengolahan Emas Berbasis Ramah Lingkungan Milik DPC Asosiasi Penambang Rakyat Indonesia (APRI).
Menurut Staf Khusus Dewan Pimpinan Pusat APRI, IRWAN A.H.M saat di wawancara awak media mengatakan APRI sebagai Wadah Penambang Rakyat lembaganya siap menjamin lingkungan dengan menerapkan metode pengolahan emas tanpa mercuri dan sodium sianida sekaligus menjadi media edukasi kepada penambang serta pelaku usaha/pemilik tromol dan tong yang selama ini masih menerapkan praktek pengolahan menggunakan bahan kimia berbahaya.
Selain itu, ada poin penting yang menjadi rekomendasi kami kepada Tim Kementerian Marves agar pada pertemuan membahas tambang rakyat perlu mengakomodir Tokoh Adat maupun Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Buru sehingga masukan strategis tentang penata kelolaan tambang rakyat benar-benar tepat sasaran dan percepatan legalitas dari ilegal menuju legal segera terwujud, paparnya
Menurut Irwan A.H.M, bahwa poin-poin penting yang menjadi masukan APRI kepada Pemerintah Pusat adalah:
1. Keberpihakan negara/pemerintah kepada rakyat, khususnya penambang rakyat hanya bisa dibuktikan dengan adanya Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR). Tanpa adanya WPR, semua program terkait tambang rakyat hanyalah isapan jempol saja. Jadi hal terutama adalah perlu segera ada penetapan WPR agar penambang rakyat bisa mengajukan Ijin Pertambangan Rakyat (IPR)
2. Perlu ada kejelasan target waktu (supaya tidak berlarut-larut), kapan rakyat Pulau Buru dapat mengajukan IPR? Seharusnya pemerintah termasuk Aparat Penegak Hukum dapat bertindak proporsional, yaitu tidak boleh mengkriminalkan penambang rakyat, sebelum regulasi untuk Pengurusan IPR bisa diimplementasikan.
Kelemahan negara/pemerintah yang belum bisa menyediakan regulasi, jangan rakyat yang harus menanggungnya. Rakyat perlu makan, perlu biaya sekolah, perlu biaya kesehatan, perlu biaya hidup yang tidak bisa ditunda atau menunggu regulasi pemerintah.
3. Perlu keseriusan pemerintah untuk program menghilangkan racun, yaitu Merkuri dan Sianida yang bisa menyengsarakan rakyat. Tolong pemerintah mendukung upaya rakyat menerapkan teknologi ramah lingkungan. Jangan ada kepentingan lain (termasuk kepentingan pedagang sianida), sehingga pemerintah memaksa rakyat menggunakan sianida yang jelas-jelas racun mematikan.
4. Seharusnya pemerintah selalu melibatkan pelaku/penambang, melalui RMC-RMC dan DPC APRI dalam pembahasan terkait masalah tambang rakyat. Jangan kami hanya dianggap masyarakat yang tidak punya otak, yang tidak dimintai pendapat atau kesempatan memberi masukan.
5. Mohon juga dibuat mekanisme pembayaran pajak/royalty atau retribusi agar kami penambang rakyat bisa membayar kewajiban kami kepada pemerintah selama WPR dan IPR masih dalam proses pengurusan.
Sambung Irwan, masukan tersebut menjadi catatan kritis apabila pemerintah serius mendorong tambang rakyat menjadi pilar ekonomi bangsa dan juga penguatan ekonomi nasional berbasis ramah lingkungan, tutupnya.
Red/Syam/Kois)