Scroll untuk baca artikel
Example 728x250
BeritaormasNasionalPemerintahan

Pesona Tenun Warisan Kesultanan Tidore di KTT G20

buserdirgantara7
219
×

Pesona Tenun Warisan Kesultanan Tidore di KTT G20

Sebarkan artikel ini
Img 20221118 Wa0177

NUSA DUA, -Dirgantara7.com | 17 November 2022, Pesona Tenun Warisan Kesultanan Puluhan tamu VVIP di gelaran Presidensi G20 Indonesia 2022 tampil dengan kain tenun Tidore yang indah. Salah satu pemakainya adalah Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang mengenakan tenun berwarna kuning keemasan bermotif warisan leluhur Kesultanan Tidore.

“Yang dipakai Ibu Sri Mulyani itu amo warna gold. Warna khas kesultanan. Amo ini buah. Kalau di sini buah sukun. Manis rasanya. Maknanya setiap orang harus bisa memberikan hasil yang manis dari yang dia punya,” jelas Anita Gathmir pemilik Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Rumah Tenun ketika ditemui Tim Media dan Komunikasi G20, Kamis (17/11/2022).

Tidak hanya motif amo, ada beberapa motif lainnya yang juga dipakai oleh para delegasi G20. Ada jodati, motif seperti kubus dengan titik-titik di dalamnya yang berarti ketulusan hati. Lalu motif barakati. Pada motif ini tergambar mahkota menghadap atas bawah dan kubus yang menunjukkan arah barat, utara, timur, dan selatan.

“Mahkota itu pemimpin. Barat, timur, utara, selatan itu menunjukkan masyarakat di semua wilayah. Ada titik-titik itu artinya hujan rejeki. Jadi artinya pemimpin yang melindungi masyarakatnya, memberikan rezeki ke masyarakat,” ucapnya.

Selain itu, ada pula motif Marasante yang dalam bahasa Indonesia berarti keberanian. Motif ini dikenakan Koordinator Tim Asistensi Kemitraan G20 Wishnutama. Keberanian yang disimbolkan dengan tenun yang menyerupai gelombang laut dan jilatan api.

“Motif ini mengajari kita soal perjuangan mengusir penjajah. Dulu Sultan Luku mencontohkan bisa mengusir penjajah tanpa pertumpahan darah. Hadi kami mencontoh dia berjuang dengan diplomasi,” terang perempuan yang masih keturunan Kesultanan Tidore ini.

Terakhir adalah motif Tobaru. Diambil dari motif kain tua yang datanya Anita terima dari seorang teman yang merupakan dosen sejarah di Universitas Khairun (Unkhair) Tidore, berupa foto lama soal Tobaru. Di dalam foto tersebut ternyata ada motif Tobaru.

Motif ini terinspirasi dari cerita tradisional di Halmahera bernama Tobaru yang mengisahkan hubungan antara masyarakat Tidore dengan wilayah lain.

“Di dalam motif memang kelihatan ada seperti rantai. Bercerita tentang motif Tobaru serupa dengan KTT G20. Bagaimana keterikatan satu sama lain karena orang itu kan tidak bisa hidup sendiri, harus saling bantu,” imbuhnya.

Harga kain tenun Tidore ini berkisar Rp500 ribu hingga Rp2 juta. Rata-rata untuk satu kain tenun butuh pengerjaan selama dua bulan.

“Khusus untuk acara KTT G20 saya mendapat pesanan 30 lembar kain tenun dari Kementerian Keuangan dengan total harga Rp19 juta. Sementara untuk omset bulanan sebesar Rp40-45,” tuturnya.

*Kekayaan yang Sudah Lama Hilang*

Anita menjelaskan, Rumah Tenun mulai memproduksi kain sejak 2018. Berangkat dari rasa kehilangan Anita akan kekayaan kain dari leluhurnya. Ia mengawalinya dengan mencari foto koleksi kesultanan dan menanyakan ke sejumlah orang tua soal kain tenun tersebut.

“Kalau orang-orang seumuran saya 40-50 tahun tidak banyak yang tahu. Bahkan mereka bilang Tidore tidak punya kain. Tapi kalau umur 80 ditanyain hampir semua tahu bahwa kita punya. Di Tidore anak-anak muda kita libatkan untuk mencari. Dapatlah foto hitam putih dari arsip Belanda,” katanya.

Bukan sesuatu yang mudah untuk menghidupkan lagi kekayaan Tidore yang nyaris terlupakan. Membangun ini, kata Anita, butuh perjuangan dan niat tulus untuk menghidupkan budaya Tidore yang sudah lama hilang. Menumbuhkan rasa tanggung jawab menjaga warisan budaya Tidore menjadi cita-citanya.

“Tidore itu kan kampung kecil yang tidak ada kegiatan usaha selain jadi PNS, petani pala, cengkeh, nelayan. PR aku untuk meyakinkan orang di sana bahwa sebenarnya kerjaan bukan cuma PNS,” ungkapnya.

Ia mengisahkan butuh perjuangan tersendiri untuk menyakinkan anak-anak muda ini terlibat di Rumah Tenun. Apalagi sebagian orang tua di Tidore kerap memarahi anaknya yang belajar menenun karena dianggap tidak memiliki masa depan yang cerah.

Tetapi dirinya tidak pantang menyerah. Ia menceritakan, suatu hari dirinya menerima undangan menjadi pembicara dan mendelegasikannya kepada Wani, salah satu tim Rumah Tenun. Ini menjadi kesempatan Anita untuk membuka pikiran, meyakinkan bahwa di Rumah Tenun tak hanya sekadar bekerja tapi ada pelestarian budaya di dalamnya.

“Dia itu selesai kuliah gak jelas mau ngapain. Masuk Rumah Tenun kayak ikut-ikutan. Jadi pas ada pelatihan, saya minta dia Wani yang ikut. Sekarang dia mampu bicara di publik dan jadi contoh UKM se-Maluku Utara. Dia cerita sambil nangis di telepon bilang bangga,” ujar Anita.

Tahun 2018, Anita mendapatkan pembiayaan dari Bank Indonesia. Dari sini mereka mulai menjual kain tenun. Hasil penjualan Anita serahkan sepenuhnya kepada penenun.

Saat kain tenun produksinya dipakai oleh sejumlah delegasi KTT G20, tentu menjadi kebanggaan tersendiri bagi Rumah Tenun. Ia bercerita ketika dirinya membagikan foto para menteri berbalut kain tenun Tidore kepada anak-anak penenun, mereka bersorak gembira.

Demi memotivasi para penenun untuk terlibat melestarikan budaya, Rumah Tenun pun memberikan sejumlah fasilitas. Membuat koperasi simpan pinjam bagi para penenun dan sedang mempersiapkan dana pensiun bagi mereka.

(Red)

Img 20240526 223458
Img 20240526 223458