Scroll untuk baca artikel
Example 728x250
Polisi

Kapolri Listyo Sigit Resmi Cabut Telegram yang Larang Media Liput Kekerasan Polisi

buserdirgantara7
169
×

Kapolri Listyo Sigit Resmi Cabut Telegram yang Larang Media Liput Kekerasan Polisi

Sebarkan artikel ini
Screenshot 2021 0407 163544

Buserdirgantara7.com//Berselang sehari setelah penerbitan telegram ST/750/IV/HUM.3.4.5./2021, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo akhirnya mencabut telegram itu.

Banyak kritik yang berdatangan karena telegram tersebut mengatur larangan pemberitaan mengenai arogansi dan kekerasan polisi.

Telegram yang terbit pada Senin (5/4/2021) itu Kapolri Listyo tujukan kepada kegiatan hubungan masyarakat di Polri.

Namun, akhirnya Kapolri Listyo mencabut telegram pertama melalui surat telegram nomor ST/759/IV/HUM.3.4.5./2021 tertanggal 6 April 2021.

Surat telegram terbaru itu ditandatangani oleh Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Argo Yuwono.

“SEHUB DGN REF DI ATAS KMA DISAMPAIKAN KPD KA BAHWA ST KAPOLRI SEBAGAIMANA RED NOMOR EMPAT DI ATAS DINYATAKAN DICABUT/DIBATALKAN TTK,” demikian petikan surat telegram kapolri tersebut.

Telegram tersebut berdasar pada Undang-undang nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

Tak hanya itu, konsideran telegram itu merujuk pada Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2017 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Satuan Organisasi pada Tingkat Mabes Polri.

Kemudian, pencabutan telegram itu juga meninjau pada Peraturan Komisi Penyiaran Nomor 01/P/KPI/03/2012 tentang Pedoman Pelaku Penyiaran.

Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) RI Poengky Indarti menanggapi surat telegram yang terbit pada Senin (5/4/2021) itu.

Tepatnya, ia meminta Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo merevisi Surat Telegram berisi larangan media menayangkan kekerasan dan arogansi oleh aparat.

Revisi itu mengarah kepada poin batasan bagi peliputan tindakan kekerasan.

Poengky melihat telegram tersebut bersifat internal namun, ada poin yang memang juga berpengaruh terhadap eksternal.

Lebih lanjut, Poengky menganggap poin tersebut membatasi kebebasan pers, akuntabilitas dan transparansi kepada publik.

Karena itu, ia berharap ada perubahan pada poin tersebut.

“Kami berharap STR (Surat Telegram) ini direvisi, khususnya poin-poin yang kontroversial membatasi kebebasan pers serta yang menutup akuntabilitas dan transparansi Polri kepada publik agar dicabut,” kata Poengky dalam keterangan tertulisnya sebagaimana dikutip dari suara.com.

Selebihnya, beberapa larangan lainnya dalam Surat Telegram itu, menurut Poengky bermaksud untuk menjaga prinsip presumption of innocent guna melindungi korban kasus kekerasan seksual.
Red. Wapimred

Img 20240526 223458
Img 20240526 223458