Scroll untuk baca artikel
Example 728x250
BeritaormasPemerintahan

Ibu Kota Pindah ke Kalimantan Timur, Bima Arya Jelaskan Konsep Megacities

buserdirgantara7
229
×

Ibu Kota Pindah ke Kalimantan Timur, Bima Arya Jelaskan Konsep Megacities

Sebarkan artikel ini
Img 20221108 Wa0114

Jakarta,–Dirgantara7.com | Ketua Dewan Pengurus Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi), Bima Arya yang juga Wali Kota Bogor menjadi narasumber utama dalam bincang santai Hari Agraria dan Tata Ruang (Hantaru) 2022 yang digelar Direktorat Jenderal (Ditjen) Tata Ruang Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) di Kantor Kementerian ATR/BPN, Jakarta, Selasa (8/11/2022).

Bincang santai yang dibuka Menteri ATR/BPN, Hadi Tjahjanto itu juga dihadiri sebagai narasumber utama oleh Pj. Gubernur DKI Jakarta yang diwakili Asisten Pembangunan dan Lingkungan Hidup Sekretaris Daerah Provinsi DKI Jakarta Afan Adriansyah Idris, Badan Otorita IKN, Imam S. Ernawi, Kepala BPIW, Kementerian PUPR, Rachman Arief Dienaputra dan Board of Directors Member FIABCI Dunia, Soelaeman Soemawinata, serta narasumber pendukung secara virtual Wali Kota Samarinda, Andi Harun.

Menteri ATR/BPN, Hadi Tjahjanto menyampaikan, peringatan Hari tata ruang nasional ini menyadarkan pentingnya keterpaduan antar wilayah antar sektor dan antar pemangku kepentingan serta peran aktif masyarakat dalam mewujudkan penyelenggaraan tata ruang yang aman, nyaman produktif dan berkelanjutan.

Bank dunia memperkirakan sebanyak 220 juta penduduk Indonesia atau sekitar 70 persen dari populasi di Indonesia pada tahun 2045 akan tinggal di perkotaan.

Peningkatan jumlah penduduk atau konsentrasi di kawasan perkotaan berpotensi menimbulkan persoalan yang beragam mulai dari pemukiman kumuh, kemacetan, degradasi lingkungan, sampah hingga penyediaan air bersih dan sebagainya.

Dari data itu, kata Hadi Jakarta akan menjadi kota yang paling banyak didatangi oleh penduduk dari berbagai daerah, bukan hanya berdomisili tetap atau mencari pekerjaan, tapi Jakarta juga menjadi kota yang didatangi para commuter.

“Data BPS menyebutkan 1,25 juta commuter dari wilayah Bodebek (Bogor, Depok, Bekasi) memiliki kegiatan utama di Jakarta. Kawasan Jabodetabekpunjur (Jakarta, Bogor, Depok Tangerang, Bekasi, Puncak dan Cianjur) merupakan salah satu global hub yang merupakan jaring metropolitan terbesar setelah Tokyo- jepang. Kawasan tersebut memiliki fungsi ekonomi yang memberi dampak pada dinamika kebutuhan ruang fisik dan sosial yang tinggi,” katanya.

Untuk menangani Jabodetabekpunjur yang sangat rentan terhadap penurunan lingkungan, meningkatnya kemacetan, polusi dan banjir yang rutin dihadapi, Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 69 tahun 2020 tentang rencana tata ruang kawasan perkotaan Jabodetabekpunjur

“ATR BPN sebagai ketua tim koordinasi penataan ruang kawasan perkotaan Jabodetabekpunjur serta sejumlah permasalahan saling terkait dan perlu segera diatasi harus dilakukan secara terpadu antar daerah, karena sinergi adalah kunci seiring dengan pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan Timur,” ujarnya.

Sehingga momentum tersebut membuka peluang bagi Jakarta untuk memegang peranan penting sebagai pusat ekonomi dan bisnis baik skala nasional maupun global.

“Peluang itu juga saya harap dapat ditangkap oleh pemerintah kota lainya yang menjadi pusat-pusat pertumbuhan, sehingga masalah ketimpangan yang selama ini menjadi masalah klasik pertumbuhan di Indonesia dapat pelan-pelan teratasi. Dengan segala perkembangan dan dinamika perkotaan Indonesia pada saat ini, khususnya Jakarta dan kawasan metropolitan Jabodetabekpunjur dan kota-kota lain di Indonesia,” ujarnya.

Dalam bincang santai yang dipandu host Aiman Wicaksono ini, kemudian melemparkan pertanyaan kepada Bima Arya tentang pertanyaan awam ketika ada IKN, maka Jabodetabek akan sepi dan akan turun pendapatan ekonominya.

Mendengar pertanyaan itu, Bima Arya dengan tegas menjawab tidak benar.
Kemudian Bima Arya menjelaskan tentang konsep Megacities.

Saat ini kata Bima Arya, Jakarta ada di persimpangan jalan, bukan saja berpindahnya status, tapi bagaimana untuk membaca Jakarta merencanakan Jakarta dan membangun Jakarta itu harus dengan perspektif megacities.

“Ini persoalan utama dan tantangan utama, banyak yang tidak ‘ngeh’ bahwa Jakarta dan sekitarnya hari ini adalah megacities nomor dua setelah the greater Tokyo dan greater London,” katanya.

Dalam mengembangkan perspektif megacities, dua kota raya tersebut membuat dan mengatur kewenangan secara khusus sehingga bisa menciptakan integrasi.

Sementara itu, di wilayah kota-kota di Indonesia termasuk wilayah Jabodetabekpunjur baru berkumpul dan berbicara bersama ketika terjadi persoalan berulang mengenai banjir dan sebagainya.

“Setiap ada persoalan baru kita bersama-sama berkumpul. Padahal ini (kawasan Jabodetabekpunjur) harus dilihat sebagai satu kebutuhan yang permanen dan sustain dan bukan hanya fisik, tapi ini juga persoalan sosial. Banyak kemudian di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi ini terjadi persoalan sosial karena konsep pembangunan yang tidak terintegrasi,” katanya.

Konsep Megacities kata Bima Arya, merupakan perencanaan yang terpadu dan koordinasi yang lebih melembaga antara wilayah.

Jika melihat evaluasi ke belakang kata dia, koordinasi antar wilayah di Jabodetabekpunjur belum maksimal.

Padahal sambung Bima Arya, ada persoalan lingkungan, transportasi dan sosial serta ketimpangan di wilayah Jabodetabek yang harus diselesaikan bersama.

“Coba bisa dibayangkan apa yg dilakukan di Bogor itu berpengaruh terhadap Jakarta, kalau kita cuek enggak ngurusin Ciliwung berapa volume yang akan mengalir ke Jakarta, sering teman-teman di Jakarta bilang ini bukan air curahan atau bukan kesalahan sepenuhnya di Jakarta tapi di hulunya. Iya betul ketika volume dihulu besar maka akan berdampak di hilir,” katanya.

Namun yang menjadi pertanyaan apakah Jakarta secara konsisten dan sustain memberikan atensi khusus untuk di kawasan hulu.

“Saya berlayar dengan perahu karet dari Bogor ke Depok 12 jam dari Depok ke pintu air manggarai juga 12 jam. Kita menyaksikan kanan kiri betapa kita harus lebih keras lagi berkoordinasi,” ujarnya.

Untuk itu kata Bima Arya, dalam menjawab tantangan ke depan perlu ada perencanaan terpadu antar pemangku kebijakan dan kewenangan.

“Jadi ke depan agenda-agenda menguatkan konsep megacities ini harus kita titipkan supaya jadi agenda. Karena begini ini ada kaitannya dengan IKN. Ke depan bukan hanya Jakarta yang akan jadi megacities, berikutnya Surabaya, Medan, Bandung dan berikutnya adalah IKN di situ ada Balikpapan, Banjarmasin dan sebagainya. Jadi kita harus punya best marking konsep megacities yang sesuai dengan tantangan zaman,” jelasnya.

(Apud Saepudin)

Img 20240526 223458
Img 20240526 223458