Dirgantara7.Com//Setelah sahur, kita akan memasuki proses berpuasa dengan menahan diri daripada segala yang membatalkan puasa, dan menahan diri daripada keinginan dan nafsu, sejak terbit ajar di pagi hari sampai terbenam matahari di sebelah barat. Proses menahan diri dari segala yang membatalkan puasa dan dari segala yang membatalkan pahala puasa ini disebut dengan imsak, sebab imsak berasal dari kata-kata “ am-sa-ka” yang bernakna “memegang dan menahan dari sesuatu“. (Ibnu Mandzur, Lisanul Arab, juz 10/hal. 488 ).
Imsak berarti proses menahan nafsu dalam melakukan perbuatan yang tidak baik, tetapi disisi lain dengan imsak berarti kita akan melakukan segala kebaikan dengan semaksimal mungkin sebab segala kegiatan yang positif yang dilakukan di bulan Ramadhan akan mendapat ganjaran pahala yang berlipat ganda dibandingkan dengan bulan yang lain.
Ulama membagi puasa kepada tiga kelompok, puasa orang awam, puasa orang khusus dan puasa orang yang lebih khusus. Ibarat naik kereta yang ada kelasnya, ada imsak terbagi tiga, imsak kelas ekonomi, imsak kelas eksekutif dan imsak kelas super eksekutif.
Imsak kelas ekonomi, adalah menahan diri daripada makan dan minum dan yang membatalkan puasa. Imsak kelas eksekutif adalah bukan saja menahan diri dari makan dan minum, tetapi juga menahan pandangan, penglihatan, perkataan, tangan dan kaki dari segala tindakan tercela.
Imsak kelas super eksekutif adalah menahan diri dari makan dan minum, dari perbuatan tercela dan juga menahan fokus perhatian dari segala sesuatu yang dapat melupakan Tuhan, sehinngga fokus segala perbuatan dan kehidupan adalah zikrullah, ibadah kepada Allah.
Proses imsak dengan menahan diri dari segala keinginan nafsu makan dan minum, dan nafsu syahwat, di samping juga menahan diri dari segala sifat yang tidak baik,merupakan benteng kehidupan, sebagaimana dinyatakan dalam hadis bahwa “puasa itu adalah benteng“. (Riwayat Ahmad dan Baihaqi).
Manusia imsak adalah manusia yang dapat menahan dan mengawal serta mengontrol dirinya dari segala nafsu yang negatif tetapi pada saat yang sama segala nafsu yang baik seperti nafsu bekerja, nafsu beribadah, nafsu berjihad akan ditingkatkan selama bulan Ramadhan. Sejarah membuktikan bahwa nabi dan masyarakat terdahulu menjadikan Ramadhan adalah bulan berprestasi.
Ini terbukti bahwa segala pekerjaan besar seperti Perang Badar, fathu Makkah, dan lain sebagainya dilakukan dalam bulan Ramadhan. Imsak berati proses untuk menyucikan nafsu sehingga tidak melakukan perkara yang buruk, dan juga proses menguatkan nafsu positif untuk berbuat baik, sehingga hari-hari tersebut menjadi hari yang suci dan penuh prestasi. Inilah tujuan imsak di buan Ramadhan, proses penyucian, dan menguatkan nafsu dalam menjalani kehidupan.
Iftar
Iftar berasal dari kata-kata “ fa-ta-ra”, yang bermakna kembali kepada kejadian pertama. Iftar juga bermakna makan sesuatu. (Lisanul Arab, juz 5/hal.58 ). Oleh sebab itu iftar dalam bulan puasa dimaksudkan adalah makan sesuatu yang baik waktu setelah terbenam matahari.
Dengan iftar kita memakan sesuatu untuk menyehatkan badan dan jasad. Puasa di siang hari itu dapat membuang penyakit dari dalam badan.Hal ini terbukti dari kajian seorang pakar kesehatan dari Amerika dalam buku “The Miracle of Fasting” yang berkata bahwa puasa tiga puluh hari dalam setahun itu dapat menghilangkan toksin yang terdapat di dalam tubuh manusia (Bragg, Paul.C. The Miracle of Fasting, hal. 44 ).
Dengan imsak, puasa di siang hari itu, berarti manusia sedang membersihkan badannya dari penyakit, dan dengan iftar berarti memasukkan ke dalam badan makanan yang bergizi dan sehat. Oleh sebab itu sejarah mencatat bahwa nabi Muhammad melakukan iftar dengan tiga biji kurma, sehingga makanan yang masuk dalam badannya yang telah dibersihkan itu merupakan makanan yang sehat.
Kata-kata “iftar” juga bermakna proses mengembalikan diri kepada kejadian asal, fitrah yang suci, sehingga jika manusia menjalani proses Ramadhan dengan tetap menjaga kualitas tarawih, kualitas tadarus, kualitas sahur dan kualitas imsak. Iftar pada hari pertama Ramadhan berarti orang yang berpuasa telah melakukan proses penyucian dan penguatan ruh, akal,hati, nafsu dan jasad sepertiga puluh bagian.
Jika proses tarawih, tadarus, sahur, imsak, dan iftar itu dilakukan selama sebulan, berati manusia telah melakukan proses menyucikan dan menguatkan ruh,pikiran, hati, emosi, dan badannya secara menyeluruh, sehingga pada akhir Ramadhan kita akan menjadi manusia yang berpuasa tersebut telah kembali kepada fitrah yang suci baik ruh,pikiran, hati dan emosi.
Itulah sebabnya di akhir Ramadhan umat islam akan kembali kepada fitrah semula, dan proses kembali kepada fitrah semua secara menyeluruh ini disebut dengan Idul Fitri ( kembali kepada fitrah ), sehingga diharapkan dengan proses tersebut manusia kembali menjadi lebih suci, kuat dan tangguh dalam menghadapi kehidupan.
Banyak Dzikir dan Berdoa
Di bulan ini kita berkesempatan menambal dan menutupi kelalaian itu. Dosa yang kita lakukan bisa kita lebur di bulan ini.
Tapi tentunya tidak dengan santai atau tidur-tiduran. Yang harus kita lakukan adalah banyak berdoa kepada Allah. Berzikir dan mendekatkan diri kepadanya.
Perintah banyak berdoa di bulan Ramadhan juga sebenarnya sudah disebutkan secara tersirat dalam al-Qur`an. Ketika Allah menyebutkan ayat-ayat tentang puasa, di tengah-tengahnya diselipkan ayat tentang doa.
Syaikh Khalid al-Mushlih berkata, di dalam ayat ini terdapat isyarat bahwa doa orang yang berpuasa itu (sangat) layak diharap untuk dikabulkan doanya. Kenapa secara khusus Allah memerintahkan berdoa di sela-sela ayat puasa?
Sebab doa orang yang berpuasa itu tidak akan ditolak. Allah akan mengabulkan dengan tiga cara. Dari Abu Said, Rasulullah bersabda, “Tidaklah seorang Muslim berdoa kecuali Allah akan memberikan salah satu di antara tiga perkara ini: bisa dengan disegerakan mewujudkan permintaannya. Atau bisa juga ditabungkan di akhirat atau Allah memalingkan dia dari musibah yang sepadan dengan doa yang ia minta.” (Riwayat Ahmad).
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال, قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ثلاث لا تُردّ دعوتهم: الصائم حتى يُفطر، والإمام العادل، ودعوة المظلوم
Dari Abu Hurairsoftah Radhiallahu anhu ia berkata, Rasulullah ﷺ bersabda, “Ada tiga golongan yang tidak ditolak doanya, orang berpuasa sampai berbuka, pemimpin yang adil dan orang yang dizalimi.” (Riwayat Ahmad, Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Dzikir, Istighfar dan munajat itu dapat memberikan ketenangan dan kekuatan hati manusia sebagaimana dalam al-Quran dinyatakan:
اَلَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا وَتَطۡمَٮِٕنُّ قُلُوۡبُهُمۡ بِذِكۡرِ اللّٰهِ ؕ اَلَا بِذِكۡرِ اللّٰهِ تَطۡمَٮِٕنُّ الۡقُلُوۡبُ
“Ketahuilah bahwa zikir kepada Allah itu dapat memberikan ketenangan kepada hati.” (QS: Ra’ad:28).
Memperbanyak Sedekah dan Infak
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: «كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ، وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ، وَكَانَ يَلْقَاهُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ القُرْآنَ، فَلَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدُ بِالخَيْرِ مِنَ الرِّيحِ المُرْسَلَةِ»
“Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘an-huma berkata: “Rasulullah ﷺ adalah orang yang paling dermawan dan saat beliau paling dermawan adalah di bulan Ramadhan ketika malaikat Jibril menemui beliau. Malaikat Jibril senantiasa menemui beliau pada setiap malam dalam bulan Ramadhan untuk saling mempelajari al-Qur’an. Pada saat itu Rasulullah lebih dermawan dalam melakukan amal kebajikan melebihi (cepat dan luasnya) hembusan angin.” (HR. Bukhari no. 6 dan Muslim no. 2308)
Beri’tikaf di akhir Ramadhan
I’tikaf adalah “duduk dan berada di masjid”. I’tikaf ini merupakan salah satu ibadah dengan cara duduk dan berada di masjid, dengan niat mendekatkan diri kepada Allah Taala.
Pada sepuluh hari di akhir bulan Ramadhan, umat Islam dianjurkan untuk melakukan i’tikaf di masjid, mengikuti perbuatan yang dilakukan oleh Rasulullah ﷺ, sebagaimana dinyatakan dalam hadits yang disampaikan oleh sahabat Ibnu Umar, Anas dan Aisyah menceritakan bahwa:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ:- أَنَّ اَلنَّبِيَّ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ يَعْتَكِفُ اَلْعَشْرَ اَلْأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ, حَتَّى تَوَفَّاهُ اَللَّهُ, ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ – مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
“Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata bahwasanya Nabi ﷺ biasa beri’tikaf di sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan hingga beliau di wafatkan oleh Allah. Lalu istri-istri beliau beri’tikaf setelah beliau wafat.” (HR: Bukhari dan Muslim).
Dengan melakukan I’tikaf di masjid sepuluh hari di akhir Ramadhan diharapkan seorang muslim dapat merenungi dan membuat kilas balik atas segala amal dan perbuatannya selama setahun ini. Sejak awal puasa dia telah membaca, memahami ayat-ayat al-Quran, dan di akhir Ramadhan ini dia seharusnya dapat melihat kembali seluruh kehidupannya selama setahun ini apakah telah sesuai dengan petunjuk al-Quran yang baru dibacanya sejak awal Ramadhan.
Dalam I’tikah, seorang muslim yang sudah tadarus al-Quran akan bertanya, apakah pemikiran, perkataan dan perbuatannya saya selama ini sesuai dengan petunjuk yang terdapat dalam al-Quran? Apakah saya telah melakukan semua petunjuk al-Quran dan mencegah diri dari perkara yang dilarang al-Quran? Manakah yang lebih banyak dalam hidupnya selama ini, apakah perbuatan yang baik dan positif atau pemikiran, perkataan dan perbuatan yang buruk dan negatif.? Sudahkah selama ini dia dapat mengendalikan hawa nafsunya dalam ucapan dan tindakan, ataukah selama ni dia telah dikuasai oleh hawa nafsu baik dalam sehari-hari..?
Proses muhasabah hidup dengan bertanya kepada diri sendiri atas apa yang dilakukan dalam setahun inilah yang dilakukan dalam beri’tikaf di masjid di akhir sepuluh Ramadhan. Muhasabah ini diharapkan dapat memberikan kesadaran atas perbuatan yang salah, sehingga kita dapat dengan segera meminta ampun, beristighfar kepada Allah atas perbuatan tersebut, dan berjanji untuk segera memperbaiki diri di tahun depan, sehingga hidup setelah Ramadhan akan lebih baik daripada sebelum Ramadhan. Dengan muhasabah, hidup manusia akan lebih baik, dari tahun ke tahun, sebelum kita nanti di muhasabah oleh Allah di hari akhirat kelak. Khalifah Umar bin Khattab ra. Berkata,” Hasibu Anfusakum qablan tuhasabu.” (hitunglah dirimu sendiri sebelum datang hari perhitungan kepadamu).
Dalam ber’tikaf di akhir Ramadhan tersebut, diharapkan seorang muslim harus selalu mengadakan muhasabah dalam setiap langkah dan tindakannya baik yang berhubungan dengan kegiatan ibadah, rumah tangga, sosial, ekonomi dan seluruh kegiatan kehidupan. Oleh sebab itu muhasabah total tersebut memerlukan waktu sepuluh hari, sehingga muhasabah dapat sempurna dan meliputi semua amal ibadah, keluarga, hubungan sosial, pekerjaan, pergaulan, kedudukan, harta kekayaan, hubungan dengan anak dan istri, serta keluarga, dan masyarakat, dan lain sebagainya, sebab segala yang kita dengar, pikirkan, ucapkan, tindakan semuanya akan disoal oleh Allah pada hari akhirat kelak.
Lailatul Qadar
Setelah meminta ampun atas dosa dan kesalahan, maka tugas selanjutnya adalah merencanakan apa yang akan dilakukan untuk memperbaiki diri setelah Ramadhan nanti. Sebagai contoh, jika kita selama setahun ini kurang bersilaturahmi dengan keluarga, maka kita akan memperbaiki untuk mengadakan silaturahmi dengan keluarga, dan begitu seterusnya.
Cari kekurangan apa yang kita lakukan, dan rencanakan bagaimana tindakan untuk menutupi kekurangan tersebut dengan perbuatan yang baik. Catatlah tindakan apa saja yang akan kita lakukan untuk memperbaiki diri, baik dalam ibadah, hubungan kekeluargaan, ekonomi, hubungan sosial kemasyarakatan, kemudian berdoalah kepada Allah di malam-malam akhir Ramadhan munajat agar rencana perbaikan itu ditetapkanNya menjadi taqdir akan akan diputuskan pada malam Lailatul Qadar.
Sebab malam Lailatul Qadar adalah malam penentuan takdir atas kehidupan setiap manusia untuk setahun mendatang, sehingga diharapkan hidup kita di tahun mendatang lebih baik dari tahun lalu, bahkan dapat bernilai seperti hidup seribu bulan. Sahabat Nabi, bernama Ibnu Abbas menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan ayat 4 dari surah ad-Dukhan : “Pada malam Lailatul Qadar tersebut diputuskan segala urusan dengan bijaksana “pada malam Lailatul Qadar itu akan diputuskan segala urusan manusia untuk setahun yang akan datang, baik yang berkaitan dengan rezeki, kelahiran, kematian, turun hujan, sampai siapa yang akan menunaikan ibadah haji, dan lain sebagaimana (Jalaluddin as Suyuthi, Tafsir Durarur Mansur fit tafsir bil Ma’sur, jilid 5 hal. 738).
Dalam kajian sejarah, Malam Lailatul Qadar itu, adalah malamnya turun al-Quran sebagaimana dinyatakan dalam al-Quran:
“Sesungguhnya Kami turunkan al-Quran itu pada malam Lailatul Qadar.“ (QS: Al Qadar: 1).
Agar manusia tidak lupa peristiwa yang mulia tersebut, maka Allah jadikan peringatan malam tersebut pada setiap tahun, hanya saja malam Lailatul Qadar yang terjadi di setiap tahun bukan lagi untuk menurunkan al-Quran, tetapi untuk menentukan keadaan manusia untuk tahun selanjutnya. Rabiah bin Kalsum bertanya kepada Hasan: Apakah malam Lailatul Qadar itu terjadi di setiap tahun? Ya, malam itu akan terjadi di setiap tahun dalam bulan Ramadhan dan itulah malam dimana segala urusan manusia diputuskan denan bijaksana baik urusan amal, rezeki, dan kematian, dan lain-lain sebagainya ( Jalaudiin as Suyuthi, Durarur Mansur, jilid 5, hal, 739 ).
Zakat di Hari Raya Idul Fitri
Di akhir Ramadhan, setelah terbenam matahari dan sebelum ditunaikan shalat Idul Fitri di pagi hari raya, umat Islam diwajibkan mengeluarkan zakat fitra. Malahan sebagian umat Islam juga mengeluarkan zakat harta kekayaan di dalam bulan Ramadhan. Pengeluaran zakat fitrah dan zakat harta ini merupakan penyucian terhadap harta kekayaan, sebab makna zakat secara bahasa adalah penyucian dan pertumbuhan, sehingga diharapkan dengan mengeluarkan zakat, maka harta itu bersih ( QS.At Taubah : 103 ) dan bertambah banyak.
Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa mengeluarkan zakat di akhir Ramadhan merupakan penyucian harta kekayaan, sehingga dengan berakhirnya Ramadhan, dan dikeluarkannya zakat, berarti proses penyucian diri manusia telah meliputi setiap yang dimiliki oleh manusia seperti ruh, akal, hati, hawa nafsu, tempat tinggal, lingkungan pergaulan dan harta kekayaan yang dimiliki, sehingga sewaktu berakhir Ramadhan, berarti diri manusia telah suci secara keseluruhannya.
Inilah sebabnya orang yang telah selesai menjalani proses penyucian diri secara menyeluruh, merupakan manusia “ Idul Fitri “, manusia yang telah kembali kepada fitrah semula, sehingga kehidupan di bulan akan datang merupakan kehidupan yang meningkat dan lebih baik. Itulah sebabnya bulan setelah bulan Ramadhan disebut dengan bulan Syawal, sebab dalam bahasa arab makna syawal adalah sesuatu yang naik dan meningkat.
Selamat Memasuki bulan Ramadhan, dan Selamat kembali kepada fitrah, Selamat Idul Fitri. Hari itulah hari kemenangan bagi kehidupan manusia, sebab pada waktu itu manusia yang berpuasa telah kembali kepada kesucian diri, manusia yang memiliki ruh yang suci, pikiran yang suci, hati yang suci, hawa nafsu, keinginan dan emosi yang terpelihara, badan yang sehat. Ramadhan merupakan bulan yang dapat memproses manusia menjadi manusia yang kembali kepada fitrah memiliki kesucian ruh, pikiran Qurani, hati berzikir, nafsu yang terkendali, semangat berprestasi, dengan jasad yang kuat dan sehat, untuk menjadi hamba dan khalifah Allah. Fa’tabiru Ya Ulil Albab.
Redaksi