Bogor,–Dirgantara7.com | Pusat Pendidikan dan Pelatihan (Pusdiklat) Kearsipan Arsip Nasional RI (ANRI) menggelar Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Penyelenggaraan Kearsipan Bagi Pimpinan Lembaga Kearsipan provinsi se-Indonesia di Hotel Salak The Heritage, Kota Bogor, Rabu (27/7/2022).
Diklat yang diikuti Kepala Dinas Kearsipan dan Perpustakaan se-Indonesia ini dibuka Wali Kota Bogor, Bima Arya.
Kepala Pusdiklat Kearsipan ANRI Widarno mengatakan, saat ini urusan kearsipan semakin penting bagi seluruh lembaga pemerintah. Pasalnya, dari arsip yang tertata rapi bisa menyajikan data dan informasi yang valid untuk pelayanan publik, untuk perizinan dan untuk pengambilan keputusan bisa lebih cepat dilakukan.
“Di diklat ini kami memberikan wawasan yang berkaitan dengan arsip. Arsip ini bukan sekedar manajemen atau cara menata arsip, tetapi arsip itu harus dipahami sebagai bukti akuntabilitas, bukti pertanggungjawaban, bukti hukum, dan arsip itu merupakan memori bangsa,” ujarnya.
Ia menuturkan, ANRI juga mempunyai program penguatan budaya nusantara dari arsip. Artinya kekayaaan budaya ini harus dibuktikan dengan adanya arsip-arsip yang tercipta, yang terbit pada masa lalu. Dan jangan sampai kekayaan ini hanya didengar dan hanya dari lisan saja namun harus ditelusuri.
“ANRI sudah punya program itu, registrasi memori kolektif bangsa jadi memori catatan sejarah, catatan budaya, dan seluruh lembaga pemerintah, masyarakat yang tersebar di Indonesia akan dicatatkan ke ANRI,” tuturnya.
Di tempat yang sama, Wali Kota Bogor, Bima Arya mengatakan, saat ini Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor sedang menyelesaikan perpustakaan Kota Bogor.
Ia menceritakan, pada masanya dulu di Bogor berdiri Kerajaan Hindu terbesar yakni kerajaan Pajajaran, namun tidak ada dokumen resmi yang menunjukkan dimana ibu kota kerajaan Pajajaran itu.
“Ada yang bilang Kebun Raya ada juga yang bilang di Batutulis. Kita kehilangan banyak jejak sejarah karena bencana dan juga karena kultur arsip, literasi yang tidak kuat alias kultur kita itu lisan atau mendongeng,” terangnya.
Ia sangat ingat, ketika S2 di Monash University Australia pada 1996 silam, di perpustakaan kampus terdapat satu ruangan khusus buku-buku dari Indonesia, bahkan yang di Indonesia tidak ada, di perpustakaan itu ada semua. Bukan hanya buku, novel, komik dari Indonesia tapi juga dokumen, pamflet semuanya ada, kalau fisik bukunya sudah tidak bagus, dibuat menjadi micro film.
“Ini PR kita bersama, ini bukan bicara masa lalu, berkelana ke masa lalu bukan hanya nostalgia, tapi bekal ke masa depan. Kearsipan ini kearifan lokal yang harus ada terus-menerus, ini bukan hanya nostalgia, bukan juga soal politik tapi tentang melangkah ke masa depan,” katanya. (Dede Hanapi)